Oversupply Semen, FSP-ISI Desak Pemerintah Keluarkan Moratorium Pendirian Pabrik Baru Sampai 2030
Media-jabar.net | Lokasi dimana akan dijadikan tempat kepindahan ibu kota negara, kini rencananya akan dibangun pabrik semen baru. Padahal sejumlah ratusan Ton semen masih banyak tersedia, selain itu juga Kalimantan merupakan paru-paru nya Dunia yang harus benar-benar dijaga dan diperhatikan oleh semua pihak.
Menanggapi adanya rencana pendirian Pabrik Semen Baru diwilayah Kutai, provinsi Kalimantan Timur yang dalam waktu dekat ini, membuat Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP-ISI) dengan mempertanyakan kepada pemerintah, apa urgensi dan apa alasan yang kuat atas pendirian Pabrik tersebut ?.
Permasalahan rencana pendirian Pabrik Semen Baru tersebut disampaikan didalam konferensi pers oleh Ketua FSP-ISI Kiki Warlansyah yang merupakan perwakilan dari pabrik Semen Padang, juga didampingi Ketua Bidang Diklat FSP-ISI Agus Sarjanto serta Ketua Bidang Advokasi FSP-ISI Ronida perwakilan dari Pabrik Semen 3 Roda, dan pembuka acara dibuka oleh Ketua industri aal Council Indonesia Iwan Kusmawan SH., yang digelar di Hotel Permata Jalan Pajajaran, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Jum’at, (19/02/21).
Dalam penjelasannya Ketua FSP-ISI, bahwa di saat Tahun 2020 Kondisi Industri Semen Nasional mengalami penambahan 3 pabrik baru, maka kapasitas produksi semen nasional pun menjadi Rp. 117 Juta Ton, sehingga terjadi adanya oversupply sebesar 42 Juta Ton.
Sambung Kiki, di Pulau Kalimantan saat ini, telah berdiri 2 pabrik semen dan 1 Grinding Plant dengan total kapasitas produksi 7,3 Juta Ton, sementara untuk konsumsi di Pulau Kalimantan sebesar 4,4 Juta Ton, sehingga mengalami oversupply sebesar 2,9 Juta Ton.
Sementara, untuk di Pulau Sulawesi saat ini telah berdiri 3 pabrik semen dengan total kapasitas produksi mencapai 13,8 Juta Ton, sedangkan konsumsi di Pulau Sulawesi sendiri hanya mencapai 6,1 Juta Ton (Utilisasi 50%), sehingga mengalami oversupply sebesar 7,7 Juta Ton. Yang bisa memenuhi kebutuhan semen di Kalimantan Timur.
Masih kata Kiki, maka secara keseluruhan di provinsi Kalimantan dan Sulawesi mengalami Oversupply 10,6 Juta Ton, yang belum terserap dan masih ada 31,4 Juta Ton lagi oversupply secara nasional, sehingga tidak membutuhkan Pendirian Pabrik Baru di Kalimantan Timur.
“FSP-ISI tidak anti Investasi, akan tetapi pendirian pabrik baru di tengah kondisi Oversupply, bukan pilihan yang bijak untuk pengembangan investasi saat ini, karena dengan adanya Oversupply, akan menyebabkan penutupan sebagian Pabrik existing (Utility rendah), bertambahnya kasus pemutusan bubungan kerja yang sudah terjadi saat ini, terjadi defisit keuangan perusahaan yang mengakibatkan gagal bayar investasi perbankan dan terjadi persaingan usaha yang tidak sehat (Predatory Pricing), kepercayaan investor di Indonesia yang akan berkurang dan kekhawatiran Industri Semen Nasional mengalami nasib yang sama dengan Industri Baja Nasional,” ucap Kiki Warlansyah.
Dengan alasan tersebut, lanjutnya, FSP-ISI mendesak kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan Moratorium Pendirian Pabrik baru sampai Tahun 2030, demi Kejayaan Industri Semen Nasional dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Selain itu, FSP ISI meminta kepada Komisi VI DPR-RI untuk mendorong Pemerintah agar melakukan moratorium Pendirian Pabrik Semen Baru melalui Kementrian Perindustrian, Kepala BKPM serta Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN.
“FSP ISI akan terus memonitor perkembangan perihal Pendirian Pabrik Semen Baru ini, dan terus mengawasi serta mendesak kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan Moratorium Pendirian Pabrik Semen baru,” tutur Kiki.
Ia menjelaskan, dalam memper juangkan moratirium itu, pihaknya, terakhir audiensi dengan Komisi VI DPR RI pada 12 November 2019. Dan, kata dia, ketua Komisi VI saat itu merespon baik laporan-nya. “Salah satu yang membantu Federasi dalam hal akses ke-DPR RI menguatkan Federasi adalah Bung Andre Rosiade. Beliau memang getol untuk menyuarakan tentang industri semen, khususnya tentang moratorium. Jadi di 12 November itu laporan, aspirasi dan curhatan kita, di dengar oleh Komisi VI,” jelasnya.
Lebih lajut Kiki, menjelaskan, awal tahun 2020, dirinya mendapat informasi bahwa seluruh Direksi industri semen dipanggil oleh komisi VI untuk mengkroscek laporan dari Federasi. ” Saya mendapat laporan juga seluruh Direksi bahasanya sama dengan kita, supaya tidak ada lagi pendirian pabrik baru, dan seluruh direksi yang di panggil itu memohon kepada pemerintah supaya jangan ada pendirian pabrik baru,” katanya.
Dari resume pertemuan itu, sambungnya, masing-masing direksi memohon kepada pemerintah untuk izin pabrik baru itu ditiadakan, istilah-nya moratorium. “Bahkan, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mitra kita itu juga sudah mengirim surat kepada Pemerintah untuk menghentikan pendirian Pabrik baru sampai 2025, datanya sama dengan kita, memang maslah-nya Oversupply. Selin itu, menurut informasi yang saya dapat, sebenarnya sudah ada kesepakatan. Industri semen ini, kecuali Indonesia bagian Timur itu tidak boleh didirikan, dengan alasan yang sama, karena rata-rata industri semen lebih kearah Indonesia bagian Tengah dan Barat,” tutur Kiki.
“Jadi, kata dia, kalau berbicara utilisasi 50 persen, contohnya disalah satu pabrik itu ada lane pabrik itu ada 4 maka 2 pabrik lainya berhenti. Karena mau di jual kemana lagi tidak ada yang beli,” tegasnya.
Pada kesempatan itu, dirinya meyakini Pemerintah memeliki pemikiran yang jernih. “Saya yakin informasi ini sampai kepada Pemerintah,” pungkas Kiki.
Editor & Penerbit : Den.Mj