Penahanan Ijazah Di Sekolah Coreng Muka Pendidikan

Bagikan berita:

Media Jabar. Net. Bandung – Ramai pemberitaan terkait ditahannya ijazah alumni di sebuah SMP swasta di Kota Bandung. Penahanan diduga karena para alumni tidak sanggup melunasi pembayaran uang sekolah. Bukan hanya SMP
Hal serupa juga terjadi pada jenjang SD swasta di Kota Bandung. alumninya tidak dapat mengambil ijazah karena masih punya tunggakan di sekolah. Hal ini di ungkapkan oleh
Ketua Relawan Peduli Pendidikan Indonesia (RAPPI) Rahmien Liomintono saat beraudiensi dengan Disdik Kota Bandung. Selasa, (13/8/2024.)

Audiensi yang berlangsung di Ruang Rapat Sekertaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung pada pukul, 9;00 wib yang dipimpin oleh Kepala Bidang PP3K Dr. Edy Suparjoto yang berlangsung dalam suasana hangat dan penuh keterbukaan.

Hadir dalam audiensi tersebut diantaranya adalah:

  1. Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan dan Pengembangan SMP (PPSMP) Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung Yang di wakili oleh Saepul Kurniawan, M. Pd.
  2. Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan Pengembangan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (P3TK) Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung Dr. Edy Suparjoto, S.Pd., M. Pd.,
  3. Ketua tim program dan data informasi Dinas Pendidikan ( Disdik) Kota Bandung.
  4. Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) H.Abdul Sofyan.
  5. Ketua Forum Komunikasi Kepala Sekolah (FKKS) SMPS Kota Bandung.
  6. Ketua Forum Komunikasi Kepala Sekolah (FKKS) Sekolah Dasar Swasta (SDS) kota bandung Iwan Kurniawan, M.Ag.
  7. Dirut Rumah Firdaus Berbagi (RFB) Nurlianto Aldi S.E
  8. Bendahara RAPPI Dedeh Rohaeti, serta Kordinator RAPPI. Ening Lisniawati, Ruslan,M. Sudrajat, Iwan Saeful, Dina Maryati,Iis Yanti

Pada kesempatan tersebut Ketua Relawan Peduli Pendidikan Indonesia (RAPPI) mengatakan, penahanan ijazah merupakan salah satu isu pendidikan yang acapkali masuk sebagai keluhan masyarakat di Kota Bandung. Ada relasi kausalitas antara ijazah yang ditahan dengan sumbangan yang belum dibayar. Artinya apabila peserta didik atau orang tua/wali tidak mampu membayar sumbangan, maka yang bersangkutan tidak bisa memperoleh ijazahnya. Relasi tersebut tidak berdasar dan memenuhi unsur maladministrasi.

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dasar hukum adalah satu dari 14 komponen standar pelayanan. Hingga saat ini tidak ditemukan dasar hukum yang memberikan kewenangan kepada sekolah SD / SMP untuk menahan ijazah peserta didik yang belum melunasi sumbangan.

Ijazah adalah dokumen negara, pengakuan yang sah atas prestasi belajar dan kelulusan dari pendidikan formal atau nonformal. Jadi peserta didik yang sudah menyelesaikan pendidikan di sekolah dan dinyatakan lulus atau tamat belajar, berhak menerima ijazah. Ini jelas diatur dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2017 serta Permenag Nomor 90 Tahun 2013.

Bahkan dipertegas lagi melalui Peraturan Sekjen Kemendikbudristek Nomor 1 Tahun 2022 serta Peraturan Sekjen Kemendikbudristek Nomor 23 Tahun 2020 bahwa satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan tidak diperkenankan untuk menahan ijazah kepada pemilik ijazah yang sah dengan alasan apapun. Artinya, ijazah masuk ruang lingkup pelayanan publik dapat diambil tidak ada persyaratan pelunasan uang sumbangan atau iuran.

Terkait sumbangan dan pungutan, dalam dunia pendidikan, bisa ditelaah lebih jauh norma yang mengaturnya. Sumbangan adalah penerimaan berupa uang, barang atau jasa yang diberikan oleh peserta didik atau orang tua/wali kepada satuan pendidikan yang bersifat suka rela, tidak memaksa, tidak mengikat, serta tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktu pemberiannya. Sementara pungutan bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya telah ditentukan.”Jelas Ketua Relawan Peduli Pendidikan Indonesia (RAPPI)

Lebih lanjut dikatakan, Dalam pengelolaan dan penyelenggaran pendidikan, komite sekolah dimungkinkan menggalang dana dalam bentuk bantuan dan atau sumbangan, bukan pungutan, sebagaimana ketentuan dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. Demikian pula di lingkup madrasah sesuai Permenag RI Nomor 16 Tahun 2020.

Pungutan di luar ketentuan jelas dilarang. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 menetapkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang salah satunya melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung. Lebih konkret lagi, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 dan Permenag Nomor 66 Tahun 2016 sama-sama tidak membolehkan pungutan dari masyarakat yang dikaitkan dengan penerimaan peserta didik baru, penilaian hasil belajar, serta persyaratan kelulusan.

Berdasarkan konstruksi berpikir di atas, dapat disimpulkan adanya pelanggaran berganda. Pertama, penahanan ijazah merupakan praktik yang tidak dibolehkan. Ditambah lagi, permintaan sumbangan yang lebih menyerupai pungutan. Padahal semestinya apabila peserta didik sudah dinyatakan lulus, ijazah dengan sendirinya menjadi hak yang bersangkutan, tanpa dibebani dengan kewajiban membayar sumbangan.

Praktik penahanan ijazah yang berkorelasi dengan kewajiban pembayaran sumbangan agar tidak dilakukan. Perlu ditempuh berbagai langkah supaya hal ini tidak terjadi atau berulang. Dinas Pendidikan harus segera mengingatkan atau menerbitkan edaran yang berlaku bagi seluruh satuan pendidikan di bawahnya untuk melarang praktik tersebut, karena akan mencoreng muka pendidikan itu sendiri, Disdik kota Bandung mesti tegas dengan memberi sanksi pada pihak sekolah . “Pintanya.

Ia menambahkan, Suatu yang urgen pula bagi pemda untuk memperkuat koordinasi sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam konteks ini, provinsi mengurusi pendidikan menengah (SMA, SMK), sedangkan kabupaten/kota mengurusi pendidikan dasar (SD, SMP). Koordinasi antar pemda yang efektif diyakini akan membantu mewujudkan keinginan banyak pelajar untuk meraih jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Meskipun UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional mengalokasikan minimal 20 persen anggaran untuk sektor pendidikan, negara tetap membuka ruang bagi masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan, termasuk dalam pendanaan pendidikan. Dalam hal ini, diakui ada keterbatasan pemerintah, sehingga membutuhkan kontribusi masyarakat dalam memajukan pendidikan. Namun prinsipnya tetap disesuaikan dengan kemampuan masing-masing peserta didik dan wajib berpedoman pada 13 poin yang diatur dalam PP Nomor 48 Tahun 2008.

Pada akhirnya, diperlukan keikhlasan dan kebesaran jiwa untuk memaknai berbagai dinamika yang berkembang. Tidak ada yang sempurna memang. Tapi di tengah ketidaksempurnaan, harus kuat terpatri komitmen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana amanat konstitusi. Berikanlah ijazah kepada yang berhak menerimanya seraya berdoa agar anak didik kita menjadi insan yang bermanfaat kepada sesama. Sebelum menutup ia meminta kepada Disdik Kota Bandung untuk mencari kan solusi yang solutif, maksud jangan ada yang saling menyalahkan satu sama yang lain, ini ada masalah di cari solusinya tanpa harus saling menyalahkan. “Tutupnya.

Sementara itu di tempat yang sama Dirut Rumah Firdaus Berbagi (RFB) Nurlianto Aldi Aldi S.E yang ikut audiensi mengatakan bahwa semua menjadi dilematis , disatu sisi anak harus mendapatkan haknya, disisi lain sekolah harus terus berjalan. Atas dasar itulah ia mencoba menggalang dana melalui Yayasan yang ia pimpin RFB untuk membantu siswa/i yang yang kurang mampu. Iapun mengusulkan agar Disdik Kota Bandung mengumpulkan para pengusaha yang ada di Kota Bandung untuk diajak berdiskusi dalam rangka mencari solusi. “Usulnya.
Sementara itu itu Ketua tim program dan data informasi Disdik Kota Bandung Candra membatah isu yang berkembang terkait pengajuan dana siswa/i jalur Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP) oleh sekolah swasta hanya di cairkan setengah dari data pengajuan. “Itu tidak benar ucapnya sembari menunjukkan data-datanya. Kemudian berkaitan dengan penahanan ijazah ia tidak menyangkal bahkan mengungkapkan bahwa Disdik Kota Bandung saat ini sedang di bebani oleh anak -anak yang tidak mau sekolah, salah satu faktornya adalah, faktor ekonomi. Lalu terkait ijazah siswa/i yang di tahan di sekolah swasta memang jumlahnya tidak sedikit.” Katanya . Ia melanjutkan, Sebenarnya ada anggaran 7,5 M. Untuk ijazah yang masih ditahan. Namun aturan tidak memperbolehkan ada anggaran untuk pengambilan ijazah. Inilah yang saat ini menjadi Komsen kami di Disdik Kota Bandung. “Ungkapnya.

Sementara itu Kepala Bidang (Kabid) PP3K Dr Edy suparjoto mengatakan, sudah membuat surat edaran terkait penahanan ijazah serta meminta kepada ketua MKKS,FKKS yang hadir dalam audiensi untuk sesegera mungkin mensosialisasikan edaran tersebut. “Pintanya.

Masih ditempat yang sama ketua MKKS maupun FKKS tidak membantah bahwa ada ijazah yang belum diambil, penyebabnya bukan semata-mata karena belum melunasi tapi ada juga yang belum cap sidik tiga jari.”kilahnya . Mereka sepakat untuk mencarikan solusi yang terbaik . kami tentu sangat berterima serta mendukung upaya yang dilakukan oleh rekan -rekan dari Relawan Peduli Pendidikan Indonesia (RAPPI) untuk mendorong semua pihak baik dewan, Pemkot Kota Bandung Disdik Kota Bandung. Bagaimana anggaran yang sudah ada di Disdik Kota Bandung dapat di cairkan. “Pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *