Mendikbud Berencana Mengimplementasikan Sistem Kampus Merdeka

Bagikan berita:

Media-jabar.net | Jakarta — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim berencana mengimplementasikan sistem Kampus Merdeka, sebagai tindak lanjut program Merdeka Belajar. Kebijakan ini salah satunya membebaskan mahasiswa belajar tiga semester di luar program studi (prodi) yang ia pilih.

“Menilai tidak ada hal baru dari konsep yang digagas pendiri Gojek itu. Proses belajar-mengajar di perguruan tinggi sudah merdeka dari dulu. Sekarang banyak semboyan, slogan, padahal isinya tidak beda dengan yang lama. Hanya mungkin agak sedikit dipercepat,” Rektor Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI, Prof. Dr. H. Sumaryoto, Selasa (4/2), di Jakarta.

Lebih lanjut, kata Sumaryoto mengatakan tanpa harus diatur maupun dibuat sistem, sejak lama konsep belajar secara bebas telah diterapkan di perguruan tinggi. Kita baca apa saja itu juga merdeka, tidak harus ke kampus luar, belajar dengan otodidak. “Kenapa harus diatur ke kampus lain? Kurikulum di mana siswa ataupun mahasiswa diberi kebebasan untuk lebih kreatif, itu sudah lama ada,” ujarnya.

Bahkan, tata cara belajar yang bebas atau mandiri, namun tetap bertanggung jawab, sudah diberlakukan sejak zaman Belanda. Konsep ini diperkenalkan oleh Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara, melalui semboyan Tut Wuri Handayani. Ing ngarsa sung tulada dan ing madya mangun karsa itu maknanya belajar di tingkat awal dan menengah di mana pendidik memberikan contoh atau teladan yang baik, lalu di tingkat menengah pendidik harus mengajak murid menciptakan ide atau gagasan. “Dan Tut Wuri Handayani itu sudah mahasiswa, pembelajaran andragogi, pembelajaran dewasa, tidak dijejali satu arah, tapi silakan berinteraksi. Sehingga kalau ada wacana pembelajaran di luar prodi, itu harus relevan dengan kurikulum prodi itu,” ungkap Sumaryoto.

Dalam Kampus Merdeka, Nadiem juga meminta adanya keterlibatan pihak luar guna menentukan akreditasi kampus dalam negeri. Terutama perguruan tinggi yang hendak mencapai akreditasi A. Sumaryoto tegas menolak ide itu. Harus dipikir matang-matang karena akan ada dampak tersendiri. Apa siap nanti jadi berantakan, dibantai habis-habisan, yang tadinya akreditasi A jadi C? Internasional kan beda dengan lokal. “Kalau sudah siap silakan saja,” katanya.

Meski begitu, Sumaryoto pada dasarnya tak mempersoalkan kebijakan itu, asal dilaksanakan secara sukarela, tanpa paksaan. Sebab Unindra sendiri, Sumaryoto pastikan, menolak pelibatan pihak internasional dalam proses akreditasi. Kalau memang tujuannya untuk meningkatkan kompetensi lulusan, ya kita ikut bursa tenaga kerja luar negeri yang dites saja. Kalau pintar ya lulus.

“Lebih lanjut Sumaryoto berharap, segala kebijakan yang dibuat Mendikbud tak bertentangan dengan regulasi yang telah ada. Khususnya yang mengatur otonomi perguruan tinggi dalam mengatur kegiatan belajar-mengajarnya, mengingat kebijakan itu teramat penting. Kan merdeka dalam belajar, esensi merdeka ya di situ,” ujar Sumaryoto. (dade)

Editor & Penerbit: Den.Mj

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *