Jokowi Menunjuk Bos Go-Jek Menjadi Mendikbud
Media-jabar.net | JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk bos Go-Jek Nadiem Anwar Makarim menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Pro-kontra muncul di masyarakat, terutama di kalangan akademisi. Yang setuju, menilai adanya terobosan baru yang diambil Jokowi dalam pemilihan Nadiem.
Sementara yang menolak, menilai latar belakang keilmuan yang dimiliki Nadiem tak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai Mendikbud. “Perlu diuji ini, karena mantan menteri yang seorang pendidik saja belum tentu berhasil. Kita ambil contoh Pak Nuh (mantan Menteri Pendidikan M Nuh), mantan Rektor, Profesor, tapi soal kurikulum Kurtilas (Kurikulum 2013) sampai sekarang belum tuntas,” kata Rektor Universitas Indraprasta PGRI (Unindra), Sumaryoto, Jumat (25/10), di temui ruangan Rektor, di Jakarta.
Sumaryoto mengingatkan Nadiem agar tak membawa pola pikir pengusaha, yang sebelumnya dimiliki, dalam membuat kebijakan di Kementerian. Misalnya membuat kebijakan komersialisasi pendidikan. Jangan sampai mindset pengusaha dipaksa dalam membuat kebijakan di bidang pendidikan.
“Apa-apa nanti dibisniskan, sekolah mahal, perguruan tinggi mahal. Ini bertentangan dengan semangat UUD 1945 tentang amanat mencerdaskan kehidupan bangsa, serta program wajib belaja. Sebab dengan objek yang sama mindset-nya beda-beda ya hasilnya beda. Ini ada lahan, kalau oleh anak-anak buat main,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata Sumaryoto mengungkapkan lahan yang sama, kalau guru lahan itu buat sekolah, sementara kalau pengusaha dibuat tempat usaha, begitu maksudnya. Adapun Jokowi sempat menjelaskan alasan pemilihan Nadiem. Menurut dia, pria kelahiran Singapura itu ditunjuk lantaran memahami perkembangan teknologi, yang dinilai dibutuhkan guna mengatasi persoalan pendidikan,” ungkap Sumaryoto.
Apalagi berdasarkan data, jumlah pelajar Indonesia mencapai 50 juta orang yang tersebar di 300 ribu sekolah, sehingga diperlukan manajemen pengelolaan yang baik dan terintegrasi. Ia yakin ide dan terobosan besar yang pernah dilakukan Nadiem melalui Go-Jek, juga akan hadir di Kementerian dan berhasil diterapkan.
Sementara, Nadiem menganggap pemilihan dirinya karena ia memahami tantangan masa depan. Sumaryoto menilai, lulusan saat ini cukup kompeten menghadapi tantangan ke depan. Teknologi yang dimiliki Indonesia juga sudah mendukung itu semua.
“Harapan Jokowi terhadap Nadiem dipandang Sumaryoto tak salah. Namun, harus tetap melibatkan seluruh pihak, terutama pendidik. Sebab kunci utama dalam pendidikan ialah pendidik itu sendiri. Lulusan kita sudah link and match dengan industri,” katanya. Persoalannya kan lapangan pekerjaan yang tidak ada. Ini yang enggak dipikir pemerintah. Kendati mengkritisi, Sumaryoto tetap berharap menteri baru bisa menjalankan tugas sebaik-baiknya. Terutama dalam membenahi persoalan kurikulum dan permasalahan guru honorer yang tak kunjung sejahtera.
“Benahi kurikulum, benahi guru honorer. Enggak usah urus perguruan tinggi deh, karena mereka bisa urus sendiri-sendiri, karena masing-masing punya otoritas. Asal sertifikasi guru lancar dibayar, program wajib belajar jalan dengan kurikulum yang benar. Guru-guru yang belum diangkat (jadi PNS/ASN) diselesaikan, sudah 10 tahun lho. Bayangkan dapat sebulan cuma Rp 600 ribu, bahkan ada yang kurang dari itu. Kalau guru ada job, enggak ada alasan untuk enggak diangkat,” ujar Sumaryoto. (dade)
Editor & Penerbit: Den.Mj