BANDUNG, THE CHARM OF PARADISE HOTELS IN WEST JAVA
Media Jabar.Net.- Bicara soal Kota Bandung, maka istilah Kota Kembang, Paris Van Java menjadi slogan yang begitu melekat untuk kota dengan kesejukan alamnya. Namun diluar itu, sebenarnya Bandung masih memiliki begitu banyak sebutan, salah satunya adalah Bandung sebagai sebuah surga hotel yang ada di Jawa Barat atau Bandung, The Charm of Paradise Hotels in West Java.
Slogan atau sebutan tersebut sebenarnya bukan tanpa alasan. Mengingat hingga memasuki tahun 2019 saja jumlah hotel dan penginapan yang ada di Bandung sudah lebih dari 3.000 hotel. Belum lagi jumlah penginapan yang bisa di sewa turis atau pengunjung yang datang ke Bandung. Semua itu jelas memberikan konsekuensi tersendiri bagi Bandung yang selalu menjadi incaran masyarakat Jakarta pada saat liburan akhir minggu tiba.
Seperti yang disampaikan oleh Herman Muchtar, Ketua Perhimpunan Hotel and Restoran Indonesia ( PHRI) Jawa Barat. Dari catatan akhir tahun yang di keluarkan oleh PHRI, pada akhirnya kita bisa menarik satu kesimpulan bahwa masyakat Bandung jelas memahami bagaimana caranya menjadi tuan rumah yang baik.
Hingga memasuki akhir 2018, tercatat rata-rata occupancy rate Hotel dan penginapan di Bandung berada pada level menguntungkan. Dengan tingkat persentase 90-95% ( khusus pada tanggal 20-31 Desember 2018). Sedangkan untuk alokasi hari di luar tanggal diatas progres-nya adalah 75%. Memang kondisi tersebut di dukung dengan bergairahnya sektor pariwisata yang ada di Indonesia.
Secara statistik, data kedatangan wisatawan mancanegara yang hadir melalui Bandara Huseinsastranegara adalah 14.189 orang. Kondisi ini sekalipun kecil, tetapi sudah memberikan kontribusi kenaikan 2,45%, dari jumlah 13.850 orang pada Oktober 2018. Sedangkan untuk Indonesia sendiri, sebagai sebuah negara dengan begitu banyak lokasi menarik, wajar jika pada akhirnya sektor pariwisata dengan dukungan industri perhotelan di jadikan salah satu sektor unggulan yang mampu menyumbangkan devisa untuk negara. Hal itu terbukti, pada tahun 2018 lalu berdasarkan paparan data analisis yang disampaikan oleh Kementerian Pariwisata, maka telah terjadi peningkatan di sektor pariwisata dari US$16,8 miliar menjadi US$ 20.
PERAN TEKNOLOGI DIGITAL SEBAGAI SALAH SATU PENENTU PERKEMBANGAN BISNIS PERHOTELAN
Setidaknya menyikapi perubahan yang terjadi saat ini, dimana Era Industri 4.0 sudah makin menjadi sebuah tuntutan untuk para pelaku bisnis. Maka kita bisa melihat ada beberapa tren bisnis yang terjadi pada bisnis di sektor perhotelan.
Ada 5 hal yang sebenarnya jika pelaku mencermati-nya ini adalah sebuah peluang. Tetapi sebaliknya, ketika ke-5 tren ini dilihat sebagai sebuah kendala, maka kondisi ini bisa menjadi kendala dalam pengembangan bisnis di sektor perhotelan. Pertama : tuntutan konsumen kedua : trafik pengguna seluler ketiga : Meta search, keempat : booking hotel lewat perintah suara dan kelima : program loyalitas.
Terkait dengan tren yang terjadi pada industri perhotelan, Handri Kosada,CEO Barantum.com memberikan statemennya,” Jika di tarik benang merah dari tren yang terjadi pada industri perhotelan. Sebenarnya ada satu titik yang sama dari ke-5 tren yang terjadi dalam industri perhotelan, bahwa semua hal mesti bersumber dari data base customer. Nah terkait dengan customer itulah, Handri menjelaskan bahwa CRM adalah salah satu aplikasi bisnis yang saat ini dan kedepan mesti di implementasikan dalam perusahaan yang fokus dalam industri pariwisata termasuk perhotelan.
Apa yang di utarakan Handri tersebut memang masuk akal. Kenapa, karena dengan semakin tingginya angka persaingan dalam industri perhotelan maka Divisi Sales & Marketing dalam sebuah perusahaan mesti bersikap agresif terhadap customer yang menjadi target marketnya. Dimana agresif-nya mereka mesti di dukung dengan sebuah aplikasi yang ampuh. Itulah kenapa, pada akhirnya dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis pariwisata dan perhotelan yang sudah merambah teknologi digital, maka peran CRM harus mulai menjadi perhatian pelaku industri.
Menarik memang ketika kita bicara soal industri perhotelan saat ini. Ketika klasifikasi hotel saat ini tidak lagi menjadi satu hal yang cukup di perhitungkan oleh customer. Justru dari laporan research yang di keluarkan oleh Colliers International Indonesia, justru penambahan jumlah kamar hotel terjadi setiap tahunnya. Setidaknya dari tahun 2019 hingga 2021 prediksinya terjadi penambahan jumlah kamar hotel yang cukup banyak dari 2019 ( 2.282 kamar ) 2020 ( 874 kamar ) dan 2021
(200 kamar ).
Deskripsinya untuk pasokan kamar hotel yang ada di tahun 2019 ( 21% berasal dari hotel bintang 5, 57% berasal dari hotel bintang 4, 22% untuk hotel bintang 3). Sedangkan tingkat hunian yang terjadi sepanjang tahun 2018 sendiri walau belum bisa di katakan maksimal berada pada level Average Occupancy Rate (AOR) 62,8% dengan Average Daily Rate ( ADR) mencapai US$ 75.
CRM, SENJATA AMPUH INDUSTRI PERHOTELAN DALAM MENINGKATKAN OCCUPANCY RATE
Sebuah bisnis, ketika mengaplikasikan sebuah sistem pada akhirnya memang tidak bisa menguntungkan semua pihak. Sama halnya dengan industri perhotelan, di satu sisi dengan adanya teknologi peningkatan omzet pemasaran kamar hotel bisa jadi lebih mudah di jalankan. Tetapi di sisi lain hal itu bisa juga jadi satu ancaman untuk kelangsungan pelaku dalam bisnis tersebut.
Contoh nyata yang saat ini sedang terjadi adalah, seperti dalam hal pemesanan kamar hotel. Dengan adanya digital marketing atau digital economy, maka saat ini muncul beberapa platform baru dalam industri perhotelan dari mulai : Airbnb, Airyrooms serta Reddoorz. Dengan adanya aplikasi tersebut maka saat ini siapa pun bisa memiliki bisnis seperti hotel. Kenapa, karena rumah tinggal atau sejenisnya-pun bisa di jadikan lahan bisnis dengan menyewakan kamarnya untuk wisatawan. Namun dampaknya bagi pelaku industri perhotelan akan mengalami penurunan tingkat hunian, karena mereka secara langsung akan di adu dalam pasar yang nyata.
Terkait aplikasi teknologi digital dalam industri perhotelan. Maka Manajemen Azana dengan adanya Azana Traveller Apps berani menargetkan jumlah booking kamarnya bisa mencapai 12.000 per bulan di seluruh Indonesia untuk jumlah bookingnya.
Senada dengan Azana Traveller Apps, analisa yang di keluarkan oleh Goggle-pun turut memperkuat kondisi yang ada. Berdasarkan data yang di rilis Google pengeluaran liburan tahun 2018 tumbuh menjadi Rp368,9 triliun ( tumbuh 5,1%). Sedangkan jumlah pencarian terkait objek travel-pun turut meningkat menjadi 30% per tahun. Fenomena terjadinya kenaikan yang signifikan tersebut memang berkat adanya aplikasi seperti Traveloka atau Tiket.com.
Tingginya tingkat pertumbuhan pengeluaran liburan yang ada di tahun 2018. Memang di dasarkan pada beberapa hal seperti : Traveloka memiliki satu paket promosi yang menarik bagi customer dalam hal payment. Kongkrit-nya adalah Traveloka bisa memberikan opsi pemasaran dengan model pembayaran Traveloka Paylater. Sebuah terobosan yang akan membuat customer melakukan perjalanan liburannya dengan tetap aman dan nyaman karena biaya yang mereka gunakan untuk perjalanan wisata-nya dapat di cicil dengan model Taveloka PayLater. (achmad s)