HMI Jawa Barat Soroti Keseriusan Pemerintah Sikapi Perdagangan Orang

Bagikan berita:

Media Jabar. Net. Bandung – Banyak kasus Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban kejahatan kemanusiaan seperti perdagangan orang (human trafficking), penyelundupan manusia (people smuggling) atau juga perbudakan (modern slavery).

Fenomena tentang perdagangan orang telah ada sejak tahun 1949, yaitu sejak ditandatanganinya Convention on traffick in person.

Perdagangan orang (trafficking in person) dapat diartikan sebagai rekruitmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau peyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau pun penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik yang menyerupainya, adopsi illegal atau pengambilan organ-organ tubuh.

Alasan pekerja migran Indonesia memberanikan diri untuk berangkat ke luar negeri salah satunya karena faktor ekonomi. Tergiur ketika di iming imingi gaji yang besar, sehingga mereka melakukan tindakan jalan pintas meskipun itu ilegal.

Dalam realitanya, pekerja migran Indonesia banyak mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan apa yang di janjikan pekerjaannya. Mereka nyatanya dijadikan korban perdagangan orang (human trafficking).

Baru baru ini terjadi nasib pilu yang di alami Ibu Ela Yuliani asal Garut yang berangkat ke Riyadh Arab Saudi bulan oktober 2022.

Sejak keberangkatan, keluarga Ela Yuliani jarang berkomunikasi, hanya sesekali hingga akhirnya hilang kontak. Terakhir ada kontak telpon tahun 2022 dari Ibu Ela ke keluarganya namun menangis katanya sudah tidak kuat ingin pulang, dan menyampaikan tidak digaji selama bekerja di Riyadh Arab Saudi.

“Pihak keluarga menduga Ibu Ela menjadi korban penyiksaan majikan di sana” ungkap Fajar Alamsyah Kabid Soskesra Badko HMI Jawa Barat ketika dimintai keterangan oleh awak media, Rabu (17/05/2023).

Fajar menambahkan, pemerintah harus sigap dan serius menjamin pemenuhan dan penegakan hak asasi
manusia warga negara dan pekerja migran
Indonesia. Juga menjamin perlindungan hukum, ekonomi, dan sosial
sesuai Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2017
tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

“Ini juga harus terus di berantas perusahaan penyalur Pekerja Migran Indonesia yang ilegal dalam merekrut para calon PMI yang akan bekerja di luar negeri” Kata Fajar.

“Untuk mengantisipasi agar tidak adanya korban perdagangan orang (human trafficking), Pemerintah Pusat, Provinsi Kabupaten/Kota, Kecamatan sampai Desa harus selalu melakukan monitoring agar mengetahui warga atau masyarakatnya yang mau berangkat menjadi Pekerja Migran Indonesia, jadi ditelusuri dulu bekerja kemana, agen penyalurna resmi atau tidak” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *