Gerakan Masyarakat Untuk Perubahan Melalui Voices for Just Climate Action, Speak, dan Slum Dwellers International

Bagikan berita:

Kab Bandung, MediaJabar.Net –
Krisis iklim sangat berdampak pada masyarakat rentan. Suara masyarakat kurang didengar dalam pengambilan keputusan perubahan iklim. Perempuan, generasi muda, masyarakat adat dan kelompok termarjinalkan lainnya menjadi tidak terlihat padahal kelompok tersebut yang akan menanggung beban dampak perubahan iklim paling besar.

Perubahan iklim telah terjadi dan sekarang adalah titik krisis. Sebenarnya ada peluang besar untuk melakukan perubahan, perlu dinegosiasikan ulang hak-hak yang belum setara dan menata kembali serta memulihkan keseimbangan antara manusia dan alam. Saat ini kematian jiwa per tahunnya yang diakibatkan perubahan iklim, akibat malnutrisi, malaria, diare dan cuasa panas mencapai 250.000 kematian per tahun. Lalu 4,3 juta kematian disebabkan oleh polusi udara.

Menyikapi hal tersebut, diperlukan adanya gerakan “agent of change” untuk menjembatani ide serta kreativitas dalam hal penataan dan pemulihan lingkungan. Maka lahirlah beberapa gerakan dari masyarakat seperti program VCA. VCA (Voices for Just Climate Action) atau suara untuk aksi perubahan iklim berkeadilan merupakan program lintas negara yang mendorong peningkatan kapasitas masyarakat dalam menyuarakan aksi perubahan iklim. VCA menyajikan agenda berorientasi solusi yang adil dan mengintegrasikan hak-hak sosial dan ekonomi ke dalam aksi iklim. VCA juga menyajikan gerakan bersama untuk menciptakan ruang yang demokratis dan mengamplifikasi solusi lokal yang inventif untuk memacu perkembangan yang lebih luas.

Selain itu, di tengah-tengah masyarakat hadir pula Lembaga Swadaya Masyarakat yang berfokus pada peningkatan kapasitas, strategi komunikasi, dan pemberdayaan masyarakat. Adalah SPEAK Indonesia yang mempunyai perhatian khusus terhadap peningkatan kapasitas bagi institusi dan masyarakat melalui strategi komunikasi yang memberdayakan semua pihak. SPEAK Indonesia sudah lebih dari sepuluh tahun berkiprah di bidang komunikasi dan advokasi dengan wilayah pendampingan tersebar di banyak wilayah di Indonesia.

Lalu ada SDI (Slum Dwellers International) yaitu jaringan organisasi masyarakat termarginalkan perkotaan di 32 negara dan ratusan kota besar maupun kota kecil di seluruh Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Sejak tahun 1996, jaringan ini telah membantu menciptakan suara global masyarakat termarginalkan kota, melibatkan badan-badan internasional dan beroperasi di panggung internasional untuk mendukung dan memajukan perjuangan lokal. Namun demikian, praktik utama untuk organisasi konstiten SDI adalah pada tingkat lokal berupa pemukiman informal dimana masyarakat termarginalkan perkotaan di negara berkembang berjuang untuk membangun kota, ekonomi, dan politik yang lebih inklusif.

Untuk menyuarakan agar organisasi ini bisa didengar oleh masyarakat luas, VCA, SPEAK, lalu SDI ikut berkontribusi dan membuka standnya pada agenda Road to 10th World Water Forum di Wilayah Sektor 6-Oxbow Bojongsoang. Selasa (30/4/2024).

Pada kesempatan tersebut, VCA Youth Dayeuhkolot juga mengisi edukasi air dan sanitasi dalam agenda Pameran Edukasi Road to 10th World Water Forum.
Selanjutnya, di sesi pameran ada edukasi WASH atau air dan sanitasi yang dilakukan oleh VCA Youth Daygreen.

Ketua VCA Youth Day Green Dayeuhkolot, Dianisa Nurul Fadhilah menyampaikan bahwa menyuarakan potensi-potensi di wilayah untuk dikembangkan ke arah yang lebih positif tentunya hal yang penting. Dan yang tidak kalah penting adalah menyuarakan pentingnya mencegah perubahan iklim.
“Kita berkontribusi untuk menyuarakan efek buruk dari perubahan iklim, kita juga menyuarakan potensi-potensi yang ada di Dayeuhkolot. Seperti yang masyarakat ketahui bahwa Dayeuhkolot adalah daerah rawan banjir, maka kita pikirkan solusi untuk antisipasinya,” katanya ketika diwawancarai.

“Untuk rencana kerja yang baru kita kerjakan, ada program Plogging, kita ingin gerakan ini berdampak besar untuk generasi selanjutnya. Kabar baiknya, minggu depan kita diundang oleh komunitas lain di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang juga turut menyuarakan perubahan iklim. Lalu ada pula kegiatan yang sudah diikuti berupa jambore, camping dengan berbagai macam kegiatan berupa talkshow kemudian coaching juga, di sana kita belajar untuk beradaptasi dengan berbagai macam ruang lingkup lingkungan yang ada. Ilmu yang kami dapatkan diharapkan bisa diimplementasikan dan dikembangkan untuk mengembangkan potensi-potensi di wilayah kami,” sambungnya.

Di tempat yang sama, Tutik Rohmawati selaku Federasi Perempuan anggota Women Federation Dayeuhkolot menyuarakan aksi iklim atau menjadi narasumber dalam aksi iklim yang berkeadilan di bidang sanitasi
mengharapkan ada perhatian dari pihak manapun baik itu pemerintah atau swasta untuk bisa membantu permasalahan banjir di wilayah Dayeuhkolot.
“Dengan hadirnya VCA ini kegiatannya sangat membangun, khususnya bagi kaum ibu-ibu. Banyak sekali kegiatan untuk nanti kedepannya, entah itu untuk penindakan limbah, lalu cara mengatasi banjir, kami warga Dayeuhkolot ingin memiliki perubahan ke arah yang lebih baik khususnya dalam hal banjir. Kami memohon mudah-mudahan ada pihak terkait yang bisa memberikan solusi atau tindakan, jangan sampai banjir menjadi polemik, apalagi banjir rawan dengan kesehatan,” pungkasnya.

(Intan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *