Masih Rawan Korupsi, KPK rekomendasikan pembenahan sektor perizinan dan pelayanan publik

Bagikan berita:

Media-jabar.net | Kajian mengenai perizinan yang sudah dilakukan beberapa kali oleh KPK sejak institusi ini berdiri menemukan bahwa tahapan dalam bisnis proses sistem perizinan rentan terjadi korupsi. Berbagai modus pungli dan suap juga seringkali ditemukan dalam sektor perizinan.
Dalam sebuah diskusi daring dengan tim ahli Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) yang dilakukan pekan ini (27/4), KPK mengungkapkan rekomendasi penting untuk pembenahan sektor perizinan dan pelayanan publik.

Tim ahli Satgas Saber Pungli yang baru dilantik Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Polhukam) Mahfud MD pada 22 April 2020 lalu menjadikan diskusi ini sebagai bagian dari agenda untuk menyusun rencana kerja mereka.
KPK banyak menemukan praktik suap atau pungli pada front office layanan perizinan. Pungli ini akhirnya berimbas pada melemahnya pengendalian dalam perizinan dan tidak terpungutnya penerimaan negara secara maksimal seperti dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Seiring upaya pembenahan sistem dan implementasi kebijakan reformasi birokrasi, pungli atau suap front office tersebut perlahan-lahan berkurang. “Namun KPK justru menemukan praktik pungli atau suap tersebut berubah modus. Pungli beralih ke belakang layar atau pada back office layanan pubik,” kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati.

Dia menambahkan, bahwa pembenahan sistem perizinan tidak hanya terkait dengan regulasi, tetapi juga persoalan kelembagaan layanan perizinan, infrastruktur sistem, termasuk juga etika birokrasi. Berdasarkan hasil kajian tersebut, kami menyampaikan rekomendasi dan sejumlah rencana aksi perbaikan untuk melakukan pembenahan pada sektor perizinan dan pelayanan publik, katanya.

Pertama KPK meminta agar pemerintah menyusun standar dalam pelayanan publik dan menerapkan UU Pelayanan Publik secara penuh dan konsisten. Layanan publik yang diterapkan di pusat maupun di daerah harus memiliki standar pelayanan minimal yang bisa diukur, yaitu ada standar pelayanan, biaya, kualitas, juga standar mekanisme pengaduan. Salah satu contohnya adalah penetapan batas waktu pengurusan pelayanan publik, sehingga memudahkan pemerintah untuk mengukur kinerja pelayanan publik dan melakukan evaluasi secara periodik maupun insidentil.

Kedua, menciptakan budaya pelayanan (service delivery culture). Budaya pelayanan adalah budaya yang berorientasi pada pelayanan masyarakat. Sehingga perlu mendorong perubahan paradigma aparatur negara sebagai pelayan, bukan sebagai pemerintah dalam pengertian yang sempit. Hal ini diperlukan untuk memastikan sendi-sendi penyelenggaraan negara berjalan dengan arah dan tujuan yang jelas sebagaimana amanat konstitusi untuk mensejahterakan rakyat.

Ketiga, mengembangkan sistem layanan, baik perizinan maupun non-perizinan yang terpadu dan saling terhubung. Sehingga memperkuat dimensi pengendalian dalam penyelenggaraan urusan layanan publik. Sistem pengendalian tersebut selanjutnya dapat dikembangkan sebagai bagian dari mekanisme stick and carrot bagi pengguna layanan, maupun sistem referensi untuk menilai kewajaran penerimaan negara.

KPK juga menyampaikan tentang peta kerawanan korupsi yang dilakukan melalui beberapa instrument, salah satunya Survei Penilaian Integritas (SPI).

“Survei ini telah dilaksanakan KPK secara regular setiap tahun sejak tahun 2006 dengan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Melalui survei ini, KPK memetakan risiko korupsi yang dapat terjadi pada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah,” jelas Ipi.

Editor & Penerbit : Den.Mj

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *