Memimpin Dengan Tiga Kecerdasan

Bagikan berita:

Media-jabar.net | Jakarta — 

Oleh : Varhan Abdul Aziz

Sekretaris Eksekutif IBSW

(Indonesian Bureaucracy and Service Watch)

Shalat Jumat lalu kebetulan saya sedang dekat Istana. Iseng pilih Shalat Jumat di salah satu Institusi Nasional. Saya datang agak belakangan. Imamnya tidak kelihatan. Tapi kok sepertinya suaranya  tidak asing. Jumat selesai, zikir dan kembali beraktifitas. Benar hati mengira. Tito Karnavian yang jadi Imam.

Agak merinding rasanya. Karena baru pertama menyaksikan Menteri langsung mengimami Shalat. Sebagai Pemantau Birokrasi, keluar masuk banyak Kementerian, numpang Shalat dari satu gedung ke gedung lain sudah jadi langganan. Tapi hari ini ada satu penilaian yang spesial. Serius saya terkesan.

Saya adalah Alumni dari ESQ 165 Ary Ginanjar Agustian. Selain itu saya juga seorang trainer yang mendalami penerapan materi tersebut. Dimana kecerdasan manusia terbagi menjadi tiga. Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual Quotient (SQ). Pertanyaanya, berapa banyak pemimpin yang memiliki kemapanan kecerdasan di ketiga bidang tersebut?.

IQ dijadikan tolak ukur utama sejak tahun 1890 hasil penemuan Francis Galton. Sejak 1987 Keith Basley menyatakan EQ lebih penting dari IQ. Barulah pada 1997 Danah Zohar menemukan pelengkap landasan kecerdasan yaitu SQ-Spiritual Quotient.

Sambil memakai sepatu saya termenung. Mendadak saya kepikiran menganalisa seorang Tito Karnavian. Secara IQ, dia tidak bisa dibilang kurang. Seorang Profesor, track recordnya menjadi penguji Disertasi Doktoral sudah dijalaninya. Irjend Boy Rafi Ahmad pernah dikupas habis Disertasinya dengan pembahasan yang detail dan sangat ilmiah. Seorang mantan Kapolri, Jenderal yang Professor, dua puncak paripurna diraih. Hatrick jadi Menteri pula.

Dipikir-pikir Tito jadi Kapolri meloncati lima angkatan. Kapolri sebelumnya angkatan 82, dia 87. Ada banyak bintang tiga yang sudah lebih lama dan matang bintangnya. Seniornya di Akpol, yang dulu membina dia, menyuruh push up, lain-lain. Lalu berada di bawah komandonya. Kalau bukan orang yang cakap dengan mentalitas dan matang emosionalnya takkan bisa.

Empata tahun lalu saya meragukan, ia bisa mengelola dinamika senioritas yang perlu seni tinggi. Ternyata mulus ia jalani sebagai Kapolri. Masih sisa dua tahun bahkan, sudah diminta amanah baru oleh Presiden Jokowi. Dalam semalam statusnya berganti jadi sipil 100 persen, jadi ia Mendagri. EQ test passed. Memimpin orang yang lebih senior  butuh kematangan emosional dan komunikasi yang gacor. Anda lulus pak.

Spiritual menjadi satu tantangan besar ada orang cerdas, baik, tapi kehidupannya jauh dari beragama, kalaupun ada hanya sesekali ritual belaka, work hard play hard. Hidup senang-senang. Professional, tapi imannya kosong.

Istri pak Tito berjilbab, warisan Jilbab  Polwan era Kapolri Bahrudin Haiti diteruskan tidak dicabut. Hak berhijab dipenuhi. Padahal dulu mantan Kepala BNPT, yang sering dituduh ini itu, tapi sabar saja kayaknya dia. Lurus jalankan tugas. Yang sering main ke Trunojoyo, akan sering lihat di Masjid Mabes Polri rajin sekali pengajian. Indah sekali suasana sejuk Masjid sana.

Mahfud MD, Menko Polhukam dalam tulisannya di Kompas  “Tidak ada Islamophobia di Indonesia”. Memuji Polri di era Kapolri Tito Karnavian, memiliki pola keislaman yang baik. Polisi dalam penanganan demo, shalat berjamaah di jalan bahkan berzikir asmaul husna. Santunan Yatim di kediamannya sering di lakukan bahkan pernah di saksikan langsung Mahfud MD saat itu. Baca tulisanya hati jadi tenang.

Baru beberapa hari ramai di media, video Mendagri mendapat penghargaan dari Presiden Singapura. Saya yang menonton tertegun, itu dengan Pakaian Dinas Upacaranya Pejabat Indonesia bisa sampai ke Negeri Singa dengan perghargaan tertinggi Negara sana, kalau bukan karena high achivement yang dia ukir, apa sampai itu PDU ke negeri situ.

Memori saya flashback dua tahun lalu, saat saya melakukan penyuluhan ke 200 sekolah se Sumsel. Salah satu sekolah yang saya singgahi SMAN 2 Palembang. Saya baru tahu kalau Pak Tito sekolah disana. Ada fotonya waktu masih siswa sempat lihat. Guru-Guru kalau cerita tentangnya semangat sekali, seperti ada taburan bangga yang ingin dibagi. Inspirasi, satu orang Tito Karnavian menjadi gemilang, membuat jutaan lain anak Palembang dibelakang punya harapan masa depan yang tinggi ditanam. Optimisme itu tumbuh karena perintis yang lahir.

Oalah saya jadi bengong kelamaan. Kok saya jadi semangat lagi hidup ya. Tito Karnavian saja bisa jadi Mendagri. Kita juga bisa jadi Pemimpin! Mimpi saja dulu, karena gratis. Tapi tekuni semua yang dilakukan. Sukarno pernah berkata, “Bermimpilah setinggi langit, jangan takut jatuh. Karena jika engkau  jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang”. Bersiap-siap, jadi Tito Karnavian selanjutnya.

Editor & Penerbit: Den.Mj

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *